Posts

Materialisme dan Konsumerisme di Era Digital

Image
Perkembangan teknologi  yang semakin cepat mendorong munculnya berbagai startup yang menawarkan produk-produk dan jasanya hanya dengan sekali sentuhan. Berbagai kemudahan pun ditawarkan, mulai dari aplikasi cicilan 0 persen, bayar di tempat, hingga “buy now pay later” yang diusung mobile e-commerce semacam Akulaku dan Kredivo. Kesemuanya dilakukan demi memberi kenyamanan berbelanja yang paripurna untuk para  user  ini. Namun sayangnya, ada harga yang sangat mahal yang harus dibayarkan untuk berbagai kemudahan tadi: KARAKTER. Karakter generasi milenial semakin cenderung pada materialisme dan konsumerisme. Apa pasal? Generasi kita didorong untuk memuja materi terus-menerus. Semua hal dinilai dari seberapa berharga dan eksklusif barang-barang yang kita miliki. Semakin mahal, maka semakin meningkatkan gengsi. Semakin eksklusif, maka semakin meningkatkan citra diri (semu) positif kita. Itulah kenapa sosial media—terutama seperti—instagram sangat diminati, karena materialisme bersem

Tentang Mendidik Anak...

Image
Your children are not your children They are the sons and daughters of Life’s longing for itself They come through you but not from you And though they are with you They belong not to you You may give them your love but not your thoughts For they have their own thoughts You may house their bodies but not their souls For their souls dwell in the house of tomorrow, which you cannot visit, not even in your dreams Kahlil Gibran (1883-1931) Saya ingat pertama kali membaca puisi Kahlil Gibran ini semasa SMA. Jujur saja pada saat itu saya sekedar membaca tapi tidak memahami maknanya. Baru saja saya secara tidak sengaja membaca kembali puisi ini dan barulah saya memahami betapa dalam makna puisi Gibran ini. ‘Anakmu bukanlah anakmu... Mereka adalah putra-putri Kehidupan, mereka hadir melaluimu tapi bukan dari dirimu...’ Sungguh dada saya sesak membaca bait pertama ini. Sayalah yang mengandung Razan selama sembilan bulan dalam perut buncit yang berat,

Malaikat Mungil yang Mengubah Hidupku

Image
Aku adalah seorang ibu rumah tangga. Ya, hanya itu. Aku tidak memiliki karir, jabatan, ataupun profesi. Kalaulah boleh dibilang, aku adalah seorang ibu profesional. 24 jam waktuku kuhabiskan untuk mengurus rumah, suami dan anakku. Aku bangun di waktu shubuh untuk mengambil air wudlu dan shalat shubuh dua raka’at, kemudian mulai mengerjakan pekerjaan rumah seperti memasak, mencuci pakaian, mencuci piring, menyapu, mengepel lantai, menjemur, menyetrika pakaian, menyuapi anak, memandikan anak dan “hal remeh temeh” lainnya. Usiaku 27 tahun tepat 14 Desember tahun ini. Aku sebenarnya seorang sarjana lulusan sebuah universitas yang cukup terkemuka di Surakarta. Dulu aku mengambil jurusan Psikologi. Tapi ilmuku kini entah menguap ke mana... Ilmu yang dulu kupelajari susah payah selama hampir 6 tahun tidak kugunakan lagi, paling-paling hanya ilmu tentang perkembangan anak yang kini kuingat-ingat untuk sedikit banyak mengasuh dan mendidik bayi mungilku yang kini baru berusia 9 bulan. Ah.